Untuk mewaspadai bangkitnya kembali PKI, sejumkah kalangan meminta agar Film "Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI" yang dilupakan orang selama beberapa tahun ini, diputar kembali. Hal ini untuk menepis isu-isu komunis dan PKI yang tengah berkembang saat ini.
Selain itu, pemutaran film ini dinilai sejarawan Universitas Indonesia, Susanto Zuhdi, bisa juga untuk menguatkan ideologi Pancasila yang tidak sesuai dengan ideologi komunis yang dibawa PKI.
Seperti diketahui, film ini sendiri dibuat sekitar tahun 1980-an, atas prakarsa pemerintah lewat Perusahaan Film Negara (PFN).
Film itu menceritakan peristiwa seputar 30 September tahun 1965, dan menuturkan pengkhianatan PKI, yang membunuh para jenderal TNI AD. Kelompok PKI lalu menguburkan perwira TNI AD di Lubang Buaya, Pondok Gede.
Film dengan banyak adegan kekerasan yang dulu rutin tayang tiap 30 September di stasiun televisi nasional itu mengambarkan penyiksaan para jenderal, tawa puas para penyiksa, hingga pengambilan mayat korban tragedi yang terjadi pada tanggal terakhir di bulan September, 52 tahun silam.
Mengutip dari Wikipedia, film itu disutradarai dan ditulis oleh Arifin C Noer, diproduseri oleh G Dwipayana, dan dibintangi Amoroso Katamsi, Umar Kayam, dan Syubah Asa. Film itu diproduksi selama dua tahun dengan anggaran sebesar Rp 800 juta. Film ini disponsori oleh pemerintahan Orde Baru Soeharto.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa masyarakat dan generasi muda saat ini perlu tahu sejarah G30S/PKI. Mereka perlu tahu pernah ada gerakan kudeta yang dilakukan PKI. Itu sebabnya, Tjahyo setuju film "Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI" diputar di layar-layar kaca televisi nasional.
Kita sepakat agar film ini diputar kembali di televisi agar anak-anak dan remaja paham akan kekejaman PKI. Selama ini dinilai anak-anak dan remaja melupakan kekejaman PKI.
Sejarawan Asvi Warman Adam dari LIPI, seperti dilansir kumparan.com mengatakan, sah-sah saja orang meminta film ini ditayangkan ulang, nonton bareng dan sebagainya.
TNI AD berencana melakukan pemutaran kembali film Pengkhianatan G 30 S PKI. TNI AD memberikan instruksi kepada seluruh jajarannya di daerah untuk mengajak masyarakat secara bersama-sama menonton film tersebut.
Kepala Pusat Penerangan TNI AD Mayor Jenderal Wuryanto mengatakan hal tersebut benar akan dilakukan namun belum menentukan tempat-tempat mana yang akan dijadikan lokasi pemutaran.
Pihak TNI beralasan, pemutaran film tentang kekejaman PKI tersebut agar masyarakat mengetahui sejarah sebenarnya tentang pergerakan PKI yang merongrong keutuhan NKRI saat itu. TNI menilai saat ini terdapat oknum-oknum yang mencoba memutar balikkan sejarah.
Kita mendukung dengan ajakan TNI untuk menonton film tersebut. Terlepas dari adanya konrtroversi, yang jelas lewat film ini bisa menjadi bahan pembelajaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Anak-anak dan remaja bisa mengetahui kekejaman dan pengkhianatan PKI terhadap konstitusi negeri ini.
G30S/PKI itu bagian dari sejarah dan sejarah itu tidak boleh dilupakan. Dituangkan dalam film sebagai sarana pembelajaran kita sehingga dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara bisa lebih baik.
Dengan pemutaran film tentang kekejaman PKI agar masyarakat mengetahui sejarah sebenarnya tentang pergerakan PKI yang merongrong keutuhan NKRI saat itu. Ini perintah langsung panglima TNI.
Kita menginginkan agar PKI tidak lagi ada di negeri ini, itu sebabnya, seluruh anak bangsa yang cinta Pancasila dan NKRI harus berusaha mencegahnya.
Amoroso Katamsi, pemeran Soeharto dalam film itu menceritakan bagaimana film itu dibuat dalam dua tahun dan bagaimana adegan kekerasan itu terjadi. "Film ini sengaja dibuat untuk memberi tahu rakyat bagaimana peran PKI (Partai Komunis Indonesia) saat itu. Jadi, memang ada semacam muatan politik," kata Amoroso Katamsi, pemeran Presiden Soeharto dalam film Pengkhianatan G30S/PKI.
Pengakuan itu disampaikan Amoroso kepada Tempo yang mewawancarainya, 26 September 2012. Seperti dilansir Majalah Tempo September 2012, Amoroso menuturkan bahwa memang kondisi PKI terhadap rakyat Indonesia seperti adanya film. "Tapi memang ada beberapa adegan yang berlebihan," kata Amoroso Katamsi.
Film Pengkhianatan G30S/PKI yang berdurasi sekitar 220 menit ini diproduksi pada 1984 dan almarhum Arifin C. Noer didapuk menjadi sutradara film itu. Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto memerintahkan TVRI untuk menayangkan film itu setiap tanggal 30 September. Murid-murid sekolah juga diwajibkan menonton film propaganda tentang pemberontakan PKI versi Soeharto atau Orde Baru ini.
Tempo, pada September 2000 silam, membuat jajak pendapat tentang pengaruh film yang disutradarai Arifin C. Noer ini. Hasil indoktrinasi lewat buku sejarah dan media propaganda itu sungguh dahsyat. Responden dari 1.110 pelajar SMA di tiga kota (Surabaya, Medan, dan Jakarta) jadi begitu konservatif, menolak semua yang berbau PKI dan komunis.
Menurut sebagian besar responden, komunisme itu melulu paham yang antiagama (69 persen) dan sangat radikal (24 persen). Meskipun komunisme sudah ditumpas puluhan tahun silam dari bumi Indonesia -dan tak laku dijual sebagai ideologi di berbagai negara- banyak yang masih percaya ia akan bangkit kembali (47 persen). Karena itu, separuh responden berpendapat sebaiknya komunisme tak diajarkan sebagai ilmu pengetahuan. Buku-buku tentang komunisme juga sebaiknya dilarang beredar.
Sebagian besar responden juga percaya adegan yang ada dalam Pengkhianatan G30S/PKI itu benar-benar terjadi. Padahal, faktanya belum tentu demikian. Sulami, seorang bekas anggota Gerwani, organisasi onderbouw PKI, contohnya, menyangkal ada anggota kelompoknya yang menari-nari di Lubang Buaya sewaktu para jenderal dibawa ke sana, seperti yang digambarkan dalam film itu. Kepada Tempo, Sulami bahkan menolak disebut terlibat dalam gerakan penculikan itu.
Menurut data Peredaran Film Nasional yang tertulis dalam situs filmindonesia.or.id judul semula Pengkhinatan G 30 S/PKI adalah SOB (Sejarah Orde Baru). Karya berdana Rp 800 juta tersebut menjadi film terlaris pertama di Jakarta pada 1984 dengan 699.282 penonton. Jumlah ini merupakan rekor tersendiri, yang belum terpecahkan hingga 1995.
Tapi ketika reformasi bergulir, pada September 1998, Menteri Penerangan Yunus Yosfiah mengumumkan film yang dibuat pada 1984 ini diputuskan tidak diputar atau diedarkan lagi. Begitu juga film-film Janur Kuning (1979) dan Serangan Fajar (1981). Alasannya, berbau rekayasa sejarah dan mengkultuskan seorang presiden.
Kini, memperingati kejadian 30 September, TNI AD akan menayangkan kembali film G 30 S PKI itu.
Sumber: harianterbit.com, tempo.co
0 komentar:
Posting Komentar